Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menyuarakan harapannya agar Apple dapat memindahkan produksi iPhone dan produk-produk lainnya ke tanah kelahirannya. Namun, menurut sejumlah analis, langkah ini justru bisa berujung pada lonjakan biaya produksi yang sangat signifikan.
Dalam laporan terbaru dari Bank of America, para analis menjelaskan bahwa secara teknis, Apple bisa saja memindahkan proses produksi dan perakitan iPhone ke Amerika Serikat. Akan tetapi, keputusan tersebut berpotensi meningkatkan biaya produksi secara drastis, terutama karena faktor biaya tenaga kerja yang lebih tinggi di AS. “Biaya produksi iPhone dapat meningkat 25% hanya karena biaya tenaga kerja yang lebih tinggi di AS,” ujar para analis dalam memo yang dikirim kepada klien mereka, yang dilansir dari MacRumors pada Jumat (11/4/2025).
Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Meski perakitan akhir dapat dilakukan di dalam negeri, sebagian besar komponen penting iPhone masih harus diproduksi di China dan diimpor ke AS. Jika Apple dikenakan tarif impor terhadap komponen-komponen ini, maka total biaya produksi iPhone diperkirakan bisa melonjak hingga 90% atau lebih, sebuah lonjakan yang sangat mencengangkan.
Meskipun demikian, jika Apple ingin mengurangi biaya produksi iPhone di AS, Mohan, salah satu analis di Bank of America, menyarankan bahwa perusahaan tersebut harus meminta keringanan tarif untuk komponen yang diproduksi di luar negeri. Namun, ia juga menegaskan bahwa kemungkinan untuk mendapatkan kelonggaran tarif ini sangatlah kecil. “Kecuali ada kejelasan tentang seberapa permanen tarif baru tersebut, kami tidak memperkirakan Apple akan mengambil langkah untuk memindahkan produksi ke AS,” ujar Mohan.
Sebagai alternatif, analisis tersebut menyebutkan bahwa Apple kemungkinan besar akan terus memperluas rantai pasokan mereka ke lebih banyak negara. Salah satu langkah yang diprediksi adalah peningkatan produksi iPhone di negara-negara seperti India, yang lebih menguntungkan secara biaya.
Perkiraan ini muncul setelah pernyataan dari juru bicara Gedung Putih, Karolina Leavitt, yang menyatakan bahwa Presiden Trump sangat optimis mengenai potensi Apple untuk memproduksi iPhone di AS. Trump juga menyebutkan bahwa pusat produksi Apple di China tidak akan mampu bertahan dalam jangka panjang. Di sisi lain, Trump telah menghentikan tarif resiprokal di banyak negara selama 90 hari, namun juga menaikkan tarif untuk impor barang dari China menjadi 125%.
Skenario ini mengilustrasikan dilema besar yang dihadapi oleh Apple, yang harus menyeimbangkan keinginan untuk mendukung perekonomian domestik dengan tantangan besar berupa biaya dan logistik yang akan mempengaruhi harga jual iPhone di pasar global.