Salah satu pemain utama di industri kendaraan listrik (EV) kelas premium asal Tiongkok, Xpeng, berencana mengalokasikan dana sebesar 3 miliar yuan atau sekitar Rp 6,8 triliun (Rp 2.268 per yuan) guna merealisasikan pembangunan fasilitas produksi kendaraan electric vertical take-off and landing (eVTOL), yang lebih dikenal sebagai mobil terbang.
Berdasarkan laporan dari South China Morning Post (SCMP), Sabtu (29/3/2025), langkah strategis ini diambil karena perusahaan melihat prospek mobil terbang lebih menjanjikan dibandingkan kendaraan listrik konvensional dalam kurun waktu 20 tahun ke depan. Xpeng optimistis bahwa nilai pasar industri mobil terbang global bisa mencapai US$ 2 triliun dalam dua dekade mendatang, atau dua kali lipat dari total nilai pasar kendaraan darat saat ini.
“Meskipun penjualan mobil listrik rendah hanya menyumbang 3-5% dari volume penjualan otomotif saat ini, mereka mewakili 20% dalam hal pendapatan penjualan,” ungkap CEO Xpeng, He Xiaopeng, dalam forum China EV100 yang digelar di Beijing.
Lebih lanjut, He mengungkapkan bahwa kompleks manufaktur mobil terbang ini akan didirikan di Guangzhou. Setelah mulai beroperasi pada 2026, pabrik ini ditargetkan memiliki kapasitas produksi mencapai 10.000 unit per tahun.
Rencana pendirian fasilitas ini muncul di tengah upaya perusahaan otomotif dan teknologi di China untuk menemukan peluang ekspansi baru, seiring dengan semakin ketatnya persaingan di pasar kendaraan listrik domestik.
Di sisi lain, perusahaan teknologi raksasa Baidu turut mengambil langkah besar dalam sektor transportasi otonom. Mereka telah mengumumkan bahwa layanan taksi tanpa pengemudi berbasis kecerdasan buatan miliknya, Apollo Go, telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan otoritas jalan dan transportasi Dubai. Dalam perjanjian tersebut, Baidu berencana menghadirkan 1.000 unit taksi otonom di Dubai pada 2028.
Sementara itu, produsen kendaraan listrik pintar, Li Auto, juga melakukan terobosan dengan membuka akses ke sistem operasi kendaraan internalnya, Halo OS. Langkah ini bertujuan untuk menjadikan Halo OS sebagai ekosistem terbuka layaknya sistem operasi Android pada perangkat seluler, yang memungkinkan berbagai inovasi dalam industri otomotif.
Sebagai informasi, industri kendaraan listrik di China terus berkembang pesat. Tahun lalu, negara tersebut berhasil menjual sekitar 11 juta unit EV, mencatat pertumbuhan sebesar 40% dibandingkan tahun 2023, dan berkontribusi terhadap 65% dari total penjualan EV global.
Namun, dengan tingkat adopsi EV yang sudah cukup tinggi, pertumbuhan penjualan kendaraan listrik baru diprediksi akan mengalami perlambatan menjadi sekitar 15-20% pada tahun ini. Oleh karena itu, produsen kendaraan listrik di China kini mulai beralih pada inovasi fitur dan teknologi pintar sebagai daya tarik utama bagi konsumen.
“Sebagian besar perusahaan telah menaruh harapan mereka pada kendaraan otonom untuk mendongkrak penjualan, karena mereka menggunakan fitur navigasi otonom Full Self-Driving (FSD) Tesla,” tulis SCMP dalam laporannya.