China Tegaskan Larangan Ekspor Produk Tanah Jarang ke AS, Korsel Terancam

Sahrul

China kembali menegaskan dominasinya di pasar global tanah jarang, mineral langka yang tak terhindarkan bagi berbagai industri vital, mulai dari pertahanan hingga kendaraan listrik. Di tengah ketegangan yang semakin meningkat dengan Amerika Serikat, China baru-baru ini mengeluarkan ancaman yang mengguncang dunia perdagangan, melarang perusahaan-perusahaan Korea Selatan untuk mengekspor produk yang mengandung tanah jarang ke AS.

Media Korea Selatan melaporkan bahwa Kementerian Perdagangan China telah mengeluarkan permintaan resmi kepada sejumlah perusahaan Korsel untuk mematuhi larangan ekspor tersebut. Peringatan ini disertai ancaman sanksi jika mereka melanggar. Meski belum dijelaskan produk spesifik yang terlibat, kemungkinan besar produk yang dimaksud meliputi baterai, kendaraan listrik, peralatan medis, atau komponen untuk penerbangan—sektor-sektor yang sangat bergantung pada pasokan tanah jarang.

Ini menjadi momen penting karena ini adalah pertama kalinya Beijing secara resmi mengatur ekspor tanah jarang kepada perusahaan non-AS. Sebelumnya, China telah membatasi tujuh jenis mineral tanah jarang ke AS, sebagai bentuk pembalasan terhadap tarif yang diterapkan oleh Washington. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari eskalasi perang dagang yang memanas antara kedua negara.

China menguasai lebih dari 70% dari pasokan tanah jarang dunia dan memproses hampir 90% dari total pasokan global. Sejak 2020, AS sangat bergantung pada China untuk hampir dua pertiga pasokan senyawa dan logam tanah jarang yang dibutuhkannya, yang menciptakan ketergantungan kritis terhadap negara tersebut. Ketergantungan ini memicu kekhawatiran di AS, yang semakin kesulitan memenuhi permintaan industri-industri kunci dalam negeri.

Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut, Pemerintah AS telah berinvestasi lebih dari USD 439 juta sejak 2020 untuk membangun rantai pasokan tanah jarang domestik. Namun, meskipun ada upaya besar untuk mencari alternatif pasokan, banyak pakar yang meragukan bahwa AS dapat memenuhi kebutuhan tersebut dalam waktu dekat.

“AS hampir tidak memproduksi bahan-bahan yang baru saja dibatasi dan China tidak dapat sepenuhnya digantikan sebagai penyedia bahan-bahan itu,” ujar Luisa Moreno, seorang direktur di Defense Metals Corp. menurut laporan Fox News. Moreno menambahkan bahwa situasi ini memperlihatkan betapa terbatasnya pilihan alternatif bagi industri global yang bergantung pada pasokan tanah jarang.

Dengan kontrol ekspor yang semakin ketat, Beijing menunjukkan kekuatan ekonomi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sementara itu, negara-negara yang bergantung pada mineral ini, seperti AS dan Korea Selatan, terancam harus menghadapi konsekuensi yang lebih besar jika mereka gagal untuk mengatasi ketergantungan pada China dalam waktu yang lebih singkat.

Also Read

Tags

Leave a Comment