Mayoritas Penjual e-Commerce Asia Tenggara Masih Kesulitan Adopsi AI

Sahrul

Meski para pelaku bisnis daring di Indonesia sudah akrab dengan istilah kecerdasan buatan (AI), proses penerapannya dalam aktivitas sehari-hari masih jauh dari kata maksimal. Seperti pohon yang akarnya sudah menjalar tapi batangnya belum tumbuh tinggi, pemahaman terhadap AI belum sepenuhnya membuahkan praktik nyata di lapangan.

Gambaran ini tercermin dari laporan bertajuk “Menjembatani Kesenjangan AI: Persepsi dan Tren Adopsi Penjual Online di Asia Tenggara”, hasil kolaborasi Lazada dan lembaga riset Kantar. Survei tersebut menggandeng 1.214 penjual online dari enam negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Temuan awal menunjukkan bahwa 68% pelaku e-commerce di kawasan ini sudah mengenal AI, dan hampir setengahnya, yakni 47%, menyatakan telah menggunakan teknologi ini dalam operasional mereka. Namun kenyataannya, hanya 37% yang benar-benar menerapkan AI secara aktif, menandakan adanya jurang antara pengakuan dan kenyataan.

Indonesia sendiri mencatat angka penerapan aktual sebesar 42%, sementara 52% responden mengaku telah menggunakan AI. Selisih 10% ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kesenjangan ketiga terbesar dalam hal adopsi AI di kawasan tersebut.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa meski AI telah menjadi kata yang familiar di telinga para penjual online, pemanfaatannya dalam strategi bisnis masih terganjal berbagai kendala. Ibarat mesin canggih tanpa operator terlatih, AI belum sepenuhnya bisa berfungsi optimal.

Sebanyak 89% responden mengakui bahwa AI dapat meningkatkan efisiensi kerja. Namun, 61% dari mereka masih belum sepenuhnya yakin akan dampak menyeluruh dari teknologi ini. Di sisi lain, 93% percaya AI berpotensi menekan pengeluaran bisnis dalam jangka panjang, meski 64% menyebut biaya serta durasi integrasi teknologi sebagai hambatan utama.

Dalam konteks kesiapan sumber daya manusia, mayoritas pelaku usaha daring (93%) menilai pentingnya meningkatkan kemampuan karyawan dalam menggunakan teknologi AI agar lebih kompeten. Akan tetapi, 75% penjual mengaku tim mereka masih lebih nyaman memakai sistem lama yang sudah mereka kuasai, ketimbang mencoba sistem baru berbasis AI.

Jika dilihat dari tingkat adopsi di berbagai fungsi bisnis, Indonesia bersama Vietnam menjadi dua negara terdepan dengan presentase tertinggi, yakni 42%. Sementara itu, Singapura dan Thailand menyusul di angka 39%. Penilaian dilakukan berdasarkan lima aspek inti dalam operasional bisnis, mulai dari manajemen produk, logistik dan operasional, pemasaran digital, layanan pelanggan, hingga pengelolaan tenaga kerja.

“Temuan kami mengungkap fenomena kesenjangan yang menarik dalam ekosistem e-Commerce di Asia Tenggara. Meskipun sebagian besar penjual memahami potensi transformatif dari AI, banyak yang masih berusaha untuk bertransisi menuju tahap implementasi,” ungkap Chief Executive Officer, Lazada Group, James Dong dalam keterangannya, Rabu (9/4/2025).

Laporan tersebut juga membagi para penjual ke dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama, yaitu AI Adepts, adalah mereka yang telah menggunakan AI untuk lebih dari 80% kegiatan bisnisnya—jumlahnya hanya sekitar 24%. Sementara sisanya, sebanyak 76%, baru memanfaatkan AI secara parsial atau hanya di bidang tertentu, sementara proses lain masih dilakukan secara konvensional.

Angka 76% ini menjadi sinyal kuat bahwa diperlukan solusi AI yang lebih relevan dan mudah diadopsi. Faktor-faktor seperti efektivitas fitur AI (42%) dan dukungan teknis kepada penjual (41%) menjadi kebutuhan mendesak. Khusus di Indonesia, peningkatan dukungan di sektor logistik dan operasional dinilai penting agar Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam adopsi AI di kawasan.

“Sebagai pemimpin di industri e-Commerce Asia Tenggara, kami berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan menyediakan solusi AI yang mudah diakses bagi setiap penjual di seluruh Asia Tenggara yang memiliki tantangan unik di setiap pasar. Solusi ini membuat teknologi dapat dimanfaatkan secara lebih luas dan mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan tanpa memandang ukuran bisnis atau kemampuan penjual,” kata James Dong.

Sebagai bentuk nyata komitmen tersebut, Lazada merilis Buku Panduan Kesiapan AI untuk Penjual Online. Riset juga mencatat bahwa mayoritas penjual telah mencoba memanfaatkan fitur-fitur berbasis AI yang tersedia di platform Lazada untuk mengefisiensikan operasional mereka.

Sebanyak 67% penjual mengaku puas dengan fitur AI yang disediakan Lazada. Untuk terus memberdayakan para mitranya, perusahaan menghadirkan serangkaian teknologi cerdas berbasis Generative AI (GenAI). Fitur ini dirancang untuk meningkatkan kualitas tampilan produk, menyederhanakan manajemen toko, hingga mendongkrak konversi penjualan.

Fitur GenAI yang dimaksud antara lain AI Smart Product Optimisation untuk penyempurnaan judul, deskripsi, hingga visual produk. Ada juga AI-Powered Translations yang membantu menerjemahkan konten ke dalam berbagai bahasa lokal. Selain itu, tersedia pula asisten virtual bernama Lazzie Seller di Alibaba Seller Centre (ASC) yang siap menjawab pertanyaan umum, mempermudah navigasi, menilai potensi risiko toko, dan memberikan saran strategis untuk bisnis.

Also Read

Tags

Leave a Comment