Harga emas dunia kembali mengalami lonjakan pada hari ini, seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap aset yang dianggap aman oleh para investor, seiring dengan reaksi pasar terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Lonjakan harga emas ini tercatat pada penutupan perdagangan Senin (03/02/2025), yang mencatatkan kenaikan sebesar 0,44%, menjadikannya diperdagangkan pada angka US$2.813,49 per troy ons. Harga penutupan tersebut bahkan menorehkan rekor baru, mematahkan angka sebelumnya yang tercatat pada Jumat pekan lalu, yakni US$2.801 per troy ons.
Harga emas telah mencatatkan penguatan signifikan dalam tiga hari berturut-turut, dengan total kenaikan mencapai 2,05%. Pada hari Kamis dan Jumat pekan lalu, harga emas bahkan mencetak rekor baru, sebuah tanda bahwa aset ini tengah menarik perhatian pasar. Namun, pada hari Selasa (04/02/2025), meskipun harga sedikit melandai sebesar 0,03%, harga emas tetap berada di angka yang sangat tinggi, yakni US$2.813,49 per troy ons.
Penyebab utama dari lonjakan harga emas ini tak lepas dari kebijakan terbaru Presiden AS, yang memutuskan untuk menunda eskalasi “perang dagang” dengan Kanada dan Meksiko. Keputusan ini diambil setelah berlangsungnya pertemuan antara Trump dan para pemimpin kedua negara, yang pada dasarnya merupakan sekutu dekat AS. Pengumuman penundaan tarif ini disampaikan oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, setelah panggilan telepon dengan Trump, di mana Kanada berkomitmen untuk memperkuat pengamanan perbatasannya guna mengatasi masalah migrasi ilegal dan peredaran obat-obatan terlarang.
“Saya baru saja melakukan panggilan telepon yang baik dengan Presiden Trump,” kata Trudeau dalam sebuah unggahan di X, seraya menambahkan bahwa Kanada akan mengerahkan hampir 10.000 petugas garis depan untuk memperkuat pengamanan perbatasan, serta mengambil langkah tegas terhadap kartel narkoba, terutama yang berkaitan dengan fentanil. Trudeau juga menyebutkan bahwa negara tersebut akan menindak keras pencucian uang.
Meskipun kesepakatan ini mengindikasikan adanya upaya meredakan ketegangan, pasar tetap merespons dengan kewaspadaan. Sebagai contoh, JPMorgan menilai bahwa kebijakan tarif AS mencerminkan pendekatan politik yang lebih mengganggu, yang semakin menambah kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Hal ini berkontribusi pada meningkatnya daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Adrian Ash, Direktur Riset di BullionVault, menjelaskan bahwa ancaman tarif yang diterapkan sejak awal Desember telah menjadi pemicu utama bagi kenaikan harga emas. Meningkatnya potensi eskalasi dalam perang dagang yang dipimpin AS diyakini semakin memperkuat tren penguatan harga emas.
Di sisi lain, Goldman Sachs tetap optimis terhadap prospek harga emas, merekomendasikan posisi long sebagai strategi investasi yang paling kuat di antara semua komoditas. Bank investasi tersebut kembali memperkirakan harga emas akan mencapai US$3.000 per troy ounce pada kuartal kedua 2026, sebuah proyeksi yang semakin menguatkan keyakinan bahwa emas akan terus menguat.
Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, menyampaikan bahwa pasar belum sepenuhnya yakin tentang akhir dari perang dagang ini. “Kami belum melihat respons lengkap dari emas, dan jika perang dagang ini berlangsung cukup lama, harga emas bisa melesat lebih tinggi di masa depan,” ungkap Melek.
Tak jauh berbeda, Haywood Cheung Tak-hay, Presiden Hong Kong Gold Exchange, juga memberikan pandangannya bahwa emas berpotensi menembus angka US$3.000 per ons, dengan dukungan dari ketegangan geopolitik, pemotongan suku bunga, dan dinamika perang dagang. Cheung juga memperkirakan bahwa volume perdagangan emas di Hong Kong dapat meningkat hingga 15%, dan secara global, bisa melonjak hingga 30% pada tahun Imlek ini. Sebuah prospek yang semakin memperkuat prediksi bahwa harga emas akan terus berada di jalur yang menguntungkan bagi para investor.