Keputusan Presiden Donald Trump memberlakukan bea masuk setinggi 104% terhadap barang-barang dari China memunculkan teka-teki baru: apakah iPhone bakal benar-benar “lahir” dari tanah Amerika? Di tengah kabut ketidakpastian tersebut, pemerintahan Trump menyatakan optimisme bahwa Apple dapat memindahkan pusat produksi perangkat ikonik itu ke Amerika Serikat.
Saat diwawancarai mengenai jenis pekerjaan yang ingin diciptakan Trump pasca pemberlakuan tarif ini, juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyoroti sektor manufaktur dan teknologi canggih sebagai prioritas. Ia percaya kemampuan produksi iPhone dapat diadopsi oleh ekosistem kerja di AS.
“(Trump) yakin kita punya tenaga kerja, kita punya sumber daya untuk melakukannya,”
“Seperti yang telah Anda ketahui, Apple telah menginvestasikan USD 500 miliar di Amerika Serikat. Jadi, jika Apple tidak yakin Amerika Serikat bisa melakukannya, mereka mungkin tidak akan mengeluarkan uang sebanyak itu,” ungkap Leavitt seperti dikutip dari 9to5Mac, Rabu (9/4/2025).
Pernyataan itu merujuk pada rencana investasi Apple yang diumumkan pada Februari lalu, di mana perusahaan berlogo apel tersebut menyatakan akan menanamkan lebih dari USD 500 miliar dalam kurun waktu empat tahun di AS. Namun, dalam dokumen resmi mereka, tidak ada satupun frasa yang menyiratkan niat untuk merakit iPhone di dalam negeri. Fokus Apple masih berkutat pada pengembangan teknologi, pabrik semikonduktor di Arizona, produksi server kecerdasan buatan (AI) di Houston, layanan streaming Apple TV+, serta fasilitas pendidikan teknologi di Michigan.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, turut memperkuat narasi Trump. Ia mengatakan bahwa tarif tinggi itu ditujukan untuk memancing perpindahan produksi dari luar negeri ke AS.
Lutnick mengatakan tarif akan mendorong “jutaan orang yang memasang sekrup-sekrup kecil untuk membuat iPhone akan datang ke Amerika.”
Namun mewujudkan hal tersebut bukan perkara mudah. Ekosistem manufaktur Apple sangat kompleks dan tersebar luas. Rantai pasokannya melibatkan komponen dari sekitar 50 negara, dan bahan mentah penting seperti logam tanah jarang berasal dari 79 negara berbeda. Artinya, memindahkan seluruh proses produksi ke satu negara sama seperti memindahkan jantung dan pembuluh darah dari tubuh yang telah lama terbentuk ke dalam tubuh baru yang masih belajar bernapas.
Apalagi, CEO Apple Tim Cook sudah berulang kali menyatakan bahwa alasan memilih China bukan semata karena biaya pekerja yang lebih murah, tapi karena keahlian teknis tingkat tinggi yang tersedia secara masif di sana. Dalam wawancara dengan Fortune pada 2017, Cook menyebut bahwa kualitas tenaga kerja di China sangat sesuai dengan kebutuhan Apple.
Sementara ini, Apple masih belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait strategi mereka menghadapi tarif impor Trump. Namun, sejumlah laporan menyebutkan bahwa perusahaan telah mulai menimbun stok iPhone dan produk lain di AS sebagai langkah antisipatif guna menahan lonjakan harga dalam waktu dekat.