Perusahaan semikonduktor terkemuka asal Taiwan, TSMC, baru-baru ini mengumumkan tambahan investasi besar di Amerika Serikat senilai USD 100 miliar, sehingga total komitmen mereka di negara tersebut kini mencapai USD 160 miliar. Langkah ekspansi ini menimbulkan kekhawatiran di Taiwan, mengingat peran strategis TSMC dalam industri teknologi global.
Sebagai produsen utama chip berteknologi tinggi yang digunakan dalam berbagai perangkat mulai dari ponsel pintar hingga pesawat tempur, TSMC memiliki posisi yang sangat vital. Sementara itu, ketegangan geopolitik dengan China yang berulang kali mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya semakin memperumit situasi. Sejak pemerintahan Joe Biden hingga kini di bawah Donald Trump, Amerika Serikat terus mendorong TSMC untuk membangun fasilitas produksi di wilayah mereka guna mengamankan pasokan chip dalam negeri.
Menanggapi spekulasi bahwa ekspansi ini dilakukan karena tekanan politik, Chairman TSMC, CC Wei, menegaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada permintaan pelanggan, bukan intervensi dari pemerintahan Trump. “Kapanpun TSMC membuat produksi di luar Taiwan, itu selalu didorong permintaan konsumen,” ujar Wei, dikutip dari Deutsche Welle. Ia juga memastikan bahwa teknologi paling canggih milik TSMC akan tetap berpusat di Taiwan.
Namun, sejumlah analis berpendapat bahwa tanpa adanya tekanan dari Washington, kemungkinan TSMC tidak akan mengalokasikan investasi sebesar itu ke AS. Selain itu, masih menjadi tanda tanya apakah produksi chip di AS yang memiliki biaya operasional lebih tinggi akan menguntungkan dalam jangka panjang.
Selama ini, dominasi Taiwan dalam industri semikonduktor, dengan kontribusi sekitar 60% dari total produksi chip dunia, dikenal sebagai “perisai silikon” yang menjadi faktor strategis dalam mempertahankan keamanan nasional dari potensi ancaman China. Dengan ekspansi TSMC ke AS, muncul kekhawatiran bahwa dominasi Taiwan dalam industri ini akan berkurang, membuka peluang bagi China untuk bertindak lebih agresif tanpa takut terganggu oleh ketergantungan global terhadap chip buatan Taiwan.
Di sisi lain, Amerika Serikat yang sebelumnya sangat bergantung pada Taiwan dalam pasokan semikonduktor kini memiliki opsi yang lebih aman dengan keberadaan fasilitas produksi TSMC di wilayahnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa AS mungkin tidak lagi merasa berkepentingan untuk memberikan perlindungan maksimal kepada Taiwan di masa mendatang.
Partai oposisi Kuomintang mengkritik kebijakan Presiden Taiwan, Lai Ching-te, yang dinilai membiarkan kepentingan luar negeri melemahkan “perisai silikon” negara tersebut. Mereka menilai bahwa pemindahan sebagian produksi chip canggih ke Amerika Serikat dapat merugikan industri dalam negeri sekaligus berisiko terhadap stabilitas nasional Taiwan.
“Saya pikir secara fundamental, aksi ini sungguh didesain untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan AS punya akses terhadap chip high-end jika ada blokade di sekitar Taiwan,” kata Antonia Hmaidi, peneliti dari Mercator Institute for China Studies (MERICS).






