Setelah sempat terjerembap dalam jurang kekhawatiran akibat memanasnya tensi perdagangan global, saham sejumlah perusahaan teknologi besar akhirnya menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Hal ini terjadi usai Amerika Serikat dan China sepakat untuk menurunkan sebagian tarif perdagangan yang selama ini membebani arus barang antarnegara.
Ketegangan ekonomi antara dua kekuatan utama dunia sebelumnya telah menyeret saham-saham di sektor teknologi ke zona merah. Perusahaan pembuat chip hingga raksasa ponsel pintar sempat mengalami tekanan berat, lantaran konflik tarif mengancam kelancaran rantai pasok global dan berisiko menimbulkan kerugian besar, terutama bagi entitas bisnis asal AS.
Namun, suasana pasar mulai berubah setelah dialog antara Washington dan Beijing membuahkan hasil berupa pengurangan tarif secara timbal balik. Kondisi ini disambut positif oleh pelaku pasar, bagaikan oase di tengah padang ketidakpastian.
Di bursa AS, saham Nvidia—meski masih menghadapi pembatasan ekspor chip ke China—mencatatkan kenaikan sekitar 4%. Sementara AMD dan Broadcom masing-masing naik 5%, diikuti Qualcomm yang turut meroket. Gelombang penguatan ini juga dirasakan oleh Marvell, yang nilainya naik signifikan hingga 7,5%.
Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), yang dikenal sebagai raja manufaktur chip global, mengalami lonjakan harga saham sekitar 4% untuk unit yang terdaftar di Amerika Serikat.
Tidak hanya di Amerika, efek domino juga terjadi di Eropa. ASML, perusahaan asal Belanda yang menjadi pemain kunci dalam penyediaan mesin litografi ekstrem ultra-violet (EUV) untuk memproduksi chip mutakhir, mencatatkan kenaikan 4,5% pada awal perdagangan. Infineon, pemain semikonduktor asal Jerman, juga mencetak pertumbuhan serupa.
Di lini konsumer, Apple Inc.—yang diketahui masih merakit sekitar 90% iPhone-nya di wilayah Tiongkok—ikut terbang tinggi dengan kenaikan saham lebih dari 7%. Bahkan Amazon, yang memiliki ketergantungan besar pada produk buatan China melalui para penjual pihak ketiga, melonjak lebih dari 8%.
Sementara itu, saham teknologi asal China yang diperdagangkan di bursa AS turut menyambut angin segar ini. Saham raksasa e-commerce seperti Alibaba dan JD.com mengalami peningkatan, tak ketinggalan Baidu, perusahaan raksasa internet Negeri Tirai Bambu.
Mengomentari situasi pasar, Daniel Ives, kepala divisi riset di Wedbush Securities, menyampaikan optimisme yang tinggi terhadap prospek jangka menengah.
“Dengan AS/China berada di jalur yang dipercepat untuk kesepakatan lebih luas, kami yakin akan ada titik tertinggi baru untuk pasar dan saham teknologi pada tahun 2025 karena investor kemungkinan akan fokus pada langkah selanjutnya dalam diskusi perdagangan ini yang akan terjadi beberapa bulan mendatang,” kata Daniel Ives.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa setiap kabar damai dalam pertikaian dagang dapat menjadi bahan bakar baru bagi pasar finansial global, khususnya di sektor teknologi yang sangat bergantung pada keterhubungan lintas negara.






