Nilai tukar mata uang di kawasan Asia mengalami tekanan signifikan sepanjang pekan ini, dengan rupiah menjadi yang paling tergerus di antara mata uang lainnya. Dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin menguat memicu pelemahan di berbagai mata uang utama Asia, termasuk yen Jepang dan yuan China.
Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah ditutup pada level Rp16.495 per dolar AS pada Jumat (21/3/2025), mengalami pelemahan sebesar 0,15% dalam satu hari. Jika dilihat secara mingguan, tekanan terhadap rupiah lebih besar, yakni melemah hingga 0,92%. Sementara itu, di sisi lain, rupee India justru mencatatkan performa terbaik dengan penguatan sebesar 1,15%.
Tekanan Eksternal Menekan Asia
Faktor eksternal menjadi pemicu utama melemahnya mayoritas mata uang Asia. Beberapa di antaranya adalah dampak perang tarif yang kian memanas, konflik geopolitik yang melibatkan Rusia-Ukraina serta ketegangan di Timur Tengah. Selain itu, kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya resesi di AS turut berkontribusi terhadap gejolak pasar keuangan Asia.
Sentimen negatif semakin diperburuk oleh keputusan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun ini dari 2,1% menjadi hanya 1,7%. Kebijakan ini menambah tekanan terhadap pasar global, termasuk Asia, yang semakin waspada terhadap dampak pelemahan ekonomi AS.
Pekan ini, The Fed juga mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Kebijakan ini membuat investor asing semakin berhati-hati dan mulai menarik modalnya dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk kembali berinvestasi di AS. Hasilnya, tekanan terhadap rupiah semakin meningkat dibandingkan mata uang Asia lainnya.
Rupee India Jadi Pemenang
Di tengah kejatuhan mayoritas mata uang Asia, rupee India justru menguat tajam. Penguatan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya arus masuk modal dari transaksi keuangan antar perusahaan serta repatriasi laba perusahaan menjelang akhir tahun fiskal di India yang jatuh pada bulan Maret. Selain itu, langkah intervensi yang dilakukan oleh bank sentral India turut membantu memperkuat posisi rupee di pasar.
Dengan kondisi pasar yang masih penuh ketidakpastian, pelaku ekonomi di Asia terus mencermati perkembangan kebijakan global yang dapat berdampak pada stabilitas nilai tukar mereka. Sementara itu, bagi Indonesia, langkah strategis diperlukan untuk menghadapi volatilitas nilai tukar dan memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga.