Bank Indonesia (BI) masih melihat kemungkinan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate lebih lanjut pada tahun ini. Meski demikian, keputusan tersebut tetap mempertimbangkan perkembangan ekonomi global yang terus bergerak dinamis.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa ruang untuk pemangkasan suku bunga tetap ada. Namun, waktu yang tepat untuk merealisasikannya sangat bergantung pada kondisi ekonomi dunia.
“Intinya arahnya (indikator ekonomi domestik) ada, ruangnya (untuk penurunan BI-Rate) ada. Timing-nya adalah dari dinamika global,” ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Februari 2025 di Jakarta, Rabu (19/2).
Inflasi Terkendali, Pertumbuhan Ekonomi Jadi Fokus
BI menyatakan bahwa potensi penurunan suku bunga sejalan dengan inflasi yang masih dalam batas aman. Bank sentral terus berupaya menjaga stabilitas harga sekaligus mendorong perekonomian agar tetap tumbuh optimal.
Pemangkasan BI-Rate sebelumnya dilakukan pada Januari 2025 dengan besaran 25 basis poin (bps) ke level 5,75 persen. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.
Saat ini, BI bersama pemerintah terus mengevaluasi berbagai indikator ekonomi, termasuk perkembangan ekspor Indonesia yang dipengaruhi perubahan global serta dampak kebijakan fiskal dan program Astacita yang dicanangkan pemerintah.
Faktor Global Berperan Besar dalam Keputusan BI
Perry menjelaskan bahwa faktor eksternal, terutama dari Amerika Serikat, turut menjadi pertimbangan dalam kebijakan moneter BI. Ekonomi AS masih menunjukkan daya tahan yang kuat, meskipun tekanan inflasi tetap ada.
Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), diperkirakan hanya akan menurunkan suku bunga sekali dalam tahun ini, yaitu sebesar 25 bps pada semester kedua. Sementara itu, imbal hasil obligasi AS atau US Treasury tetap berada di level tinggi, dengan tenor 2 tahun dan 10 tahun yang masih cukup menarik bagi investor global.
Selain itu, nilai tukar dolar AS juga terus menunjukkan penguatan. Indeks dolar AS (DXY) bergerak di kisaran 107-109, memberikan tekanan tersendiri terhadap nilai tukar rupiah.
BI Jaga Stabilitas Rupiah di Tengah Ketidakpastian
Meski menghadapi tekanan eksternal, Bank Indonesia memastikan bahwa pihaknya terus aktif dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI melakukan intervensi di berbagai pasar, termasuk pasar spot dan instrumen domestic non-deliverable forward (DNDF), guna memastikan pergerakan rupiah tetap terkendali.
Sejauh ini, langkah tersebut berhasil menjaga stabilitas mata uang domestik. Pada Februari 2025 (hingga 18 Februari), rupiah tercatat menguat 0,15 persen secara point to point (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2024.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan global dan domestik sebelum mengambil keputusan lebih lanjut terkait BI-Rate. Kebijakan yang diambil nantinya diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan percepatan pertumbuhan nasional.