Deflasi Kembali Hantui RI, Diskon Tarif Listrik Jadi Pemicu

Sahrul

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada Februari 2025 dengan angka mencapai 0,48% secara bulanan (month to month/mtm) dan 0,09% secara tahunan (year on year/yoy). Penurunan harga secara umum ini terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memberikan potongan 50% pada tarif listrik selama Januari-Februari 2025.

“Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi sebesar 3,59% dan memberikan andil deflasi 0,52% karena komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi sebesar 0,67%,” kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

Wanita yang akrab disapa Winny itu menjelaskan bahwa selain listrik, beberapa bahan makanan juga mengalami penurunan harga yang turut berkontribusi terhadap deflasi. Komoditas seperti daging ayam ras, bawang merah, dan cabai mengalami koreksi harga sepanjang Februari.

“Komoditas yang juga memberikan andil deflasi karena penurunan harga beberapa pangan bergejolak seperti daging ayam ras yang harganya turun sehingga memberikan andil deflasi sebesar 0,06%, bawang merah dan cabai merah juga mengalami penurunan harga sepanjang Februari sehingga memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,05% dan 0,04%,” tutur Winny.

Dampak Diskon Listrik, Tren Deflasi Berlanjut

Fenomena deflasi ini telah berlangsung selama dua bulan berturut-turut sejak awal tahun. Pada Januari 2025, Indonesia mencatat deflasi lebih besar, yakni 0,76%, di mana khusus tarif listrik mengalami penurunan hingga 32,03% dan memberikan andil sebesar 1,47% terhadap deflasi bulanan.

Terulangnya Tren 25 Tahun Lalu

Penurunan harga secara tahunan adalah peristiwa langka dalam sejarah ekonomi Indonesia. Sebelumnya, deflasi tahunan terakhir kali tercatat pada Maret 2000.

“Menurut catatan BPS, deflasi year on year pernah terjadi pada Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10%, di mana deflasi itu disumbang, didominasi oleh kelompok bahan makanan,” kata Winny.

Namun, ia menegaskan bahwa deflasi tahunan ini bukanlah indikasi melemahnya daya beli masyarakat, melainkan lebih dipengaruhi oleh kebijakan potongan tarif listrik yang diterapkan pemerintah.

“Ini bukan karena penurunan daya beli, tetapi karena pengaruh dari diskon tarif listrik. Ini yang memberikan andil deflasi 2 bulan berturut-turut karena ini kebijakan pemerintah melalui diskon tarif listrik 50%,” jelas Winny.

Winny menambahkan bahwa daya beli biasanya berkaitan erat dengan komponen inti inflasi, yang pada Februari 2025 masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,48%. Komponen ini menjadi pendorong utama inflasi dengan kontribusi sebesar 1,58%, didorong oleh harga emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, serta nasi dengan lauk.

“Komponen inti masih mengalami inflasi tahunan sebesar 2,48%. Biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti. Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil inflasi sebesar 1,58%,” tegas Winny.

Dinamika Harga Bergejolak dan Harga yang Diatur Pemerintah

Selain itu, kategori harga bergejolak juga mencatat inflasi sebesar 0,56% dengan andil 0,10%. Beberapa komoditas yang masih mengalami kenaikan harga secara tahunan dalam kategori ini adalah cabai rawit, bawang putih, kangkung, dan bawang merah.

“Untuk komponen harga bergejolak sebagian komoditas mengalami deflasi, tetapi juga ada sebagian komoditas yang masih mengalami inflasi secara yoy seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung dan bawang merah. Oleh karena itu komponen harga bergejolak ini kalau sudah digabungkan semuanya mengalami inflasi 0,56%,” beber Winny.

Sementara itu, kategori harga yang diatur oleh pemerintah mengalami deflasi signifikan sebesar 9,02%, dengan kontribusi deflasi sebesar 1,77%. Penyebab utama dari tren ini adalah kebijakan pemotongan tarif listrik yang diberlakukan selama dua bulan terakhir.

Dengan berlanjutnya tren deflasi yang didorong oleh kebijakan pemerintah, para ekonom dan pelaku usaha kini mencermati bagaimana dampaknya terhadap stabilitas ekonomi ke depan. Apakah kebijakan ini akan terus diterapkan atau justru akan menimbulkan tantangan baru di sektor ekonomi?

Also Read

Tags

Leave a Comment