Pemerintah telah mengimplementasikan langkah efisiensi berskala besar yang berhasil menghemat dana sebesar Rp 306 triliun atau sekitar US$ 20 miliar. Upaya ini bertujuan untuk mengalihkan alokasi dana yang sebelumnya digunakan pada program-program yang dianggap kurang esensial menuju sektor yang lebih strategis.
Kebijakan efisiensi ini berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025.
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan bahwa inisiatif ini bukan sekadar pemangkasan anggaran, melainkan proses realokasi ke sektor yang lebih produktif.
“Itu bukan pengurangan, itu tidak berarti bahwa anggaran dikurangi. Itu ada realokasi, dari program-program yang dinilai tidak perlu, yang dulu saya bilang (program) konyol,” kata Hashim dalam acara Economic Outlook 2025 di Westin Hotel Jakarta, dikutip Kamis (27/2/2025).
Hashim menambahkan bahwa strategi ini bertujuan untuk menutup potensi kebocoran dalam APBN, sekaligus memastikan anggaran dialihkan ke program yang lebih berdampak positif, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program MBG pada tahun 2025. Namun, Hashim mengungkapkan bahwa tambahan dana sebesar Rp 100 triliun telah disiapkan guna memperluas cakupan program ini.
“Kita tambah lagi dari Rp 171 triliun, menambah lagi bahkan sampai bisa ratusan triliun lebih. Ini akan menambah pertumbuhan ekonomi. Kalau tidak salah, saya dapat angka-angka dari kawan-kawan di Bappenas, bisa sampai 1,99%. Itu hanya dari MBG,” kata dia.
Selain itu, Hashim juga menjelaskan rencana pemerintah untuk terus melakukan efisiensi anggaran sebesar US$ 20 miliar per tahun. Jika langkah ini dilakukan secara konsisten dalam lima tahun ke depan, maka total efisiensi dapat mencapai US$ 100 miliar.
“Tahun depan Pak Prabowo dan pemerintah optimis ada tambahan US$ 20 miliar lagi. Dan US$ 20 miliar setiap tahun. Kenapa? Karena APBN kita tetap akan bertumbuh. Tapi kebocoran-kebocoran, lemak-lemak, fat-fat, program konyol, itu tetap akan dihapuskan. Jadi US$ 20 miliar ini setiap tahun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hashim menyampaikan bahwa jika dana hasil efisiensi ini dapat dikelola dalam skema Danantara untuk diinvestasikan, maka potensinya bisa berkembang hingga tiga sampai empat kali lipat. Bahkan, Indonesia berpeluang menghasilkan lebih dari US$ 100 miliar dalam satu tahun.
“Danantara co-invest 50% dengan asing. US$ 20 miliar plus (dari asing) US$ 20 miliar, itu US$ 40 miliar dolar kan? Itu ekuitas, kita. Dan kemudian kita leverage 3 kali, 4 kali. Mungkin negara bisa lebih, kalau swasta kan nggak bisa. Artinya proyek, US$ 40 miliar dolar ekuitas, dikali 3-4. Itu US$ 160 miliar dolar satu tahun,” terangnya.