Direktur Keuangan dan Strategi PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food, Susana Indah Kris Indriati, mengungkapkan perkembangan terbaru terkait permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diajukan oleh perusahaan. Pada pertengahan tahun lalu, ID Food mengajukan proposal PMN sebesar Rp 1,6 triliun.
Namun, menurut Indah, permintaan tersebut hingga saat ini belum memperoleh persetujuan dari parlemen. Akibatnya, perusahaan masih belum dapat menerima tambahan modal dari negara.
“Kita belum ada persetujuan, belum dapat. Kita minta tapi belum ada persetujuan, jadi kita belum mendapat PNM,” ujarnya saat ditemui di Kompleks DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).
Indah menegaskan bahwa pengajuan PMN bukan ditujukan untuk melunasi kewajiban finansial yang ada, melainkan untuk memperluas bisnis dan operasional perusahaan. Tahun sebelumnya, ID Food mengajukan PMN guna mendukung permodalan dalam pengadaan 10 komoditas pangan.
“Bukan (untuk bayar utang), kalau PNM itu hal wajib untuk pengembangan usaha, nggak boleh untuk bayar utang,” tuturnya.
Direktur Utama ID Food yang menjabat sejak 2024, Sis Apik Wijayanto, mengungkapkan bahwa pengajuan PMN untuk tahun 2025 dilakukan lantaran perusahaan memiliki beban finansial yang cukup besar. Tambahan dana diperlukan untuk memastikan kelangsungan pengadaan pangan nasional.
“Beban kerja yang cukup tinggi Rp 8,2 triliun. Terkait dari pada urgensi permohonan Rp 1,6 triliun ini kami pertama bahwa sebagai BUMN Holding pangan ID Food dibentuk untuk mendukung ketahanan pangan nasional, dan ID Food juga berperan sebagai offtaker melalui jaringan kemitraan dengan petani, peternak, dan nelayan,” ungkap dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Meski demikian, total utang ID Food saat ini mengalami tren penurunan. Indah menyebut bahwa hingga Februari 2025, jumlah kewajiban finansial perusahaan tercatat menyusut menjadi Rp 7,4 triliun.
“Utang memang di 2023 itu sekitar Rp 8 triliun. Tetapi dengan perjalanan waktu di 2024 sampai dengan posisi yang terakhir Februari ini kita berhasil menurunkan utang tersebut. Jadi dari Rp 8 triliun, kemudian di 2024, itu sekitar Rp 7,8 triliun. Kemudian sampai dengan Februari ini sudah Rp 7,4 triliun,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).