Jaksa Ungkap Hasil Audit BPKP: Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong

Yono

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa negara mengalami kerugian signifikan akibat dugaan tindak pidana korupsi dalam kebijakan importasi gula yang berlangsung selama masa kepemimpinan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai kerugian yang ditanggung negara mencapai Rp 578.105.411.622,47 atau sekitar Rp 578 miliar.

Jaksa menjelaskan bahwa angka tersebut didasarkan pada dokumen resmi Laporan Hasil Penghitungan Keuangan Negara terkait dugaan korupsi dalam kebijakan impor gula oleh Kementerian Perdagangan selama tahun 2015 hingga 2016. Laporan ini teregistrasi dengan Nomor PE.03/R/S51/D5/01/2025 dan diterbitkan pada 20 Januari 2025.

Persetujuan Impor yang Berujung Kerugian Negara

Dari perspektif jaksa, kebijakan pemberian persetujuan impor (PI) yang diterbitkan oleh Tom Lembong untuk sejumlah entitas swasta menjadi faktor utama yang memicu kerugian negara.

“Mengakibatkan merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata jaksa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).

Harga Pengadaan yang Melambung

Laporan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merinci bahwa kebijakan impor gula yang diterapkan turut berdampak pada penggelembungan harga dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP). Pengadaan ini dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dalam rangka stabilisasi harga dan operasi pasar.

Berdasarkan laporan tersebut, PT PPI diketahui membeli GKP dari importir pabrik gula dengan nilai transaksi sebesar Rp 1.832.049.545.455,55. Namun, jika dibandingkan dengan harga patokan petani (HPP) yang seharusnya menjadi acuan, seharusnya PT PPI hanya membayar Rp 1.637.331.363.636,36.

“Kerugian Keuangan Negara atas Kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan sebesar Rp 194.718.181.818,19,” tutur jaksa.

Pajak dan Bea Masuk yang Tidak Terbayar Penuh

Selain lonjakan harga pengadaan, jaksa juga menemukan indikasi kerugian lain yang berasal dari kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) oleh importir. Seharusnya, importir diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.443.009.171.790,46. Namun, yang telah disetorkan hanya sebesar Rp 1.059.621.941.986,18, sehingga negara mengalami defisit penerimaan.

Jaksa memaparkan bahwa dalam rangka menstabilkan harga pasar, produk yang diimpor idealnya berupa gula kristal putih. Namun, realitasnya, impor yang dilakukan adalah gula kristal mentah yang memiliki perbedaan dalam tarif bea masuk serta PDRI.

“Kerugian keuangan negara atas Kekurangan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI sebesar Rp 383.387.229.804,28,” ujar jaksa.

Total kerugian negara akibat kasus ini, menurut jaksa, mencapai angka Rp 578.105.411.622,47.

Bantahan dari Pihak Tom Lembong

Sementara itu, dalam eksepsi yang diajukan, tim kuasa hukum Tom Lembong membantah temuan tersebut. Ari Yusuf Amir, selaku pengacara yang mewakili Tom Lembong, menegaskan bahwa BPKP tidak memiliki kewenangan dalam melakukan audit terkait importasi gula tahun 2015-2016.

Also Read

Tags

Leave a Comment