Kepala Badan Pangan Ungkap Realitas Produksi Gula Nasional di Tengah Wacana Impor

Sahrul

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa kandungan gula atau rendemen tebu yang dihasilkan di dalam negeri masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Pernyataan ini disampaikannya di tengah rencana pemerintah untuk mengimpor 200 ribu ton gula pada tahun ini guna menjaga ketersediaan pasokan.

Arief menjelaskan bahwa produksi gula nasional saat ini berada di kisaran 2,5 juta hingga 2,8 juta ton setara gula. Sementara itu, konsumsi gula masyarakat setiap bulannya mencapai 250 ribu ton. Namun, tantangan besar masih dihadapi dalam hal efisiensi produksi, terutama terkait dengan tingkat rendemen tebu.

Saat ini, rendemen gula dalam negeri berkisar antara 7-8 persen, yang berarti setiap ton tebu hanya menghasilkan sekitar 70 hingga 80 kilogram gula. Angka ini jauh di bawah standar internasional, di mana negara-negara lain mampu mencapai rendemen di atas 10 persen. Rendemen yang lebih tinggi berarti lebih banyak gula yang bisa diekstraksi dari tebu yang sama, meningkatkan efisiensi produksi dan nilai ekonomisnya.

“Produksi gula nasional itu menurut teman-teman Kementerian Pertanian itu 2,5 sampai 2,8 juta ton setara gula. Nah kemudian rendemen ini yang memang harus ditingkatkan secara bertahap. Rendemen kita itu kan angkanya 7-8 (persen) ya. Kalau di luar negeri itu rendemen bicaranya bisa di atas 10 (persen) untuk gula,” kata Arief saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Revitalisasi Industri Gula untuk Tingkatkan Produksi

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah merancang berbagai langkah perbaikan, mulai dari peningkatan kualitas bibit tebu hingga optimalisasi pasca panen. Selain itu, modernisasi dan revitalisasi pabrik gula juga menjadi bagian dari strategi peningkatan produksi gula dalam negeri.

“Nah ini tentunya kerja keras kita semua. Mulai dari bibitnya, jadi mulai dari on-pump sampai dengan pasca panen. Termasuk modernisasi atau revitalisasi pabrik-pabrik yang ada. Kalau bicara mau baik gitu ya, jadi nggak bisa sepotong-sepotong,” jelas Arief.

Revitalisasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses pengolahan tebu, sehingga lebih banyak gula yang bisa dihasilkan dengan sumber daya yang sama. Dengan adanya perbaikan ini, diharapkan produksi gula nasional dapat meningkat secara bertahap dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Impor Gula untuk Menjaga Stabilitas Harga

Selain berupaya meningkatkan produksi, pemerintah juga mempertimbangkan impor sebagai langkah antisipatif terhadap fluktuasi harga gula di pasaran. Meskipun produksi dalam negeri mencukupi, lonjakan harga yang terjadi di pasar menjadi alasan pemerintah mengambil kebijakan impor.

Saat ini, stok cadangan gula nasional tercatat mencapai 4,5 juta ton. Dengan tingkat konsumsi sekitar 250 ribu ton per bulan, stok ini diperkirakan hanya cukup untuk lima bulan ke depan. Oleh karena itu, pemerintah bersiap menggelontorkan cadangan gula untuk menekan kenaikan harga sambil menunggu panen raya yang diperkirakan berlangsung pada April-Mei.

“Kalau gula selama ini, tahun lalu kan kita mengimpor sekitar 700 ribu ton. Nah kemarin sebenarnya stok awal di 2024 juga cukup. Sekarang kalau ditanya stok kita ada sekitar 4,5 juta ton sampai 5 bulan ke depan. Sampai dengan nanti, biasanya dipersiapkan sampai dengan panen tebu,” terang Arief.

Dengan langkah-langkah strategis yang tengah disiapkan, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan produksi gula dalam negeri dan kebutuhan konsumsi masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas harga di pasaran.

Also Read

Tags

Leave a Comment