Mengenal Social Unrest: Ancaman Tersembunyi bagi Stabilitas Ekonomi

Sahrul

Fenomena social unrest mungkin masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat Indonesia. Namun, dampak dari ketidakstabilan sosial ini bisa begitu dahsyat hingga mengguncang perekonomian suatu negara. Jika dibiarkan berlarut-larut, social unrest dapat merusak stabilitas keuangan dan menurunkan kepercayaan investor.

Menurut situs resmi pemerintah kota Seattle, Amerika Serikat, social unrest merujuk pada situasi di mana terjadi gangguan ketertiban dalam masyarakat, sering kali ditandai dengan aksi protes, demonstrasi, hingga bentuk perlawanan kolektif lainnya. Aksi ini biasanya muncul sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan sosial, kondisi ekonomi, atau kebijakan politik yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat.

Sementara itu, berdasarkan penjelasan dalam situs resmi International Monetary Fund (IMF), social unrest didefinisikan sebagai berbagai bentuk gejolak sosial, seperti protes massa, kerusuhan, hingga konflik sipil yang dipicu oleh beragam faktor. Salah satu pemicu utama adalah persoalan ekonomi, termasuk ketimpangan sosial hingga lonjakan harga komoditas penting seperti bahan bakar dan pangan.

Dampak social unrest terhadap perekonomian suatu negara pun tak bisa dianggap remeh. Sebuah studi yang dilakukan oleh ekonom IMF, Metodij Hadzi-Vaskov, bersama timnya menunjukkan bahwa sektor ekonomi selalu menjadi yang paling terdampak akibat gejolak sosial ini.

Salah satu indikator yang dapat menunjukkan pengaruh social unrest terhadap ekonomi adalah turunnya nilai pasar saham atau indeks saham gabungan. Pasar saham mencerminkan ekspektasi serta kepercayaan investor—baik domestik maupun asing—terhadap prospek ekonomi suatu negara. Jika terjadi ketidakstabilan sosial, para investor cenderung mengurangi investasinya, yang berujung pada pelemahan pasar saham.

“Kami meneliti 156 peristiwa social unrest di 72 negara dan menemukan bahwa imbal hasil pasar saham turun rata-rata 1,4 poin persentase setelah peristiwa kerusuhan besar,” terang IMF dalam situs resminya.

Efek social unrest terhadap pasar keuangan juga dipengaruhi oleh bentuk pemerintahan suatu negara. Dalam sistem yang lebih demokratis dan terbuka, dampaknya cenderung lebih terbatas, kecuali jika ketidakstabilan sosial berkembang menjadi konflik sipil yang lebih luas. Sebaliknya, di negara-negara dengan sistem pemerintahan yang lebih otoriter, dampaknya bisa lebih besar dan berkepanjangan. Dalam beberapa kasus, imbal hasil pasar saham bisa anjlok hingga 2% hanya dalam tiga hari dan mencapai penurunan 4% dalam sebulan.

“Data pasar saham menawarkan petunjuk lebih lanjut tentang bagaimana social unrest memengaruhi prospek ekonomi karena volume saham yang diperdagangkan meningkat tajam setelah peristiwa kerusuhan,” terang IMF.

Dalam skenario terburuk, social unrest yang berskala besar dapat menyebabkan kontraksi ekonomi dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1 poin persentase dalam enam kuartal setelah terjadinya peristiwa tersebut. Dengan kata lain, semakin lama gejolak sosial berlangsung, semakin besar pula dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Fenomena social unrest mengingatkan kita bahwa stabilitas sosial merupakan faktor krusial dalam menjaga kesehatan ekonomi sebuah negara. Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan kebijakan yang adil, meredam ketimpangan ekonomi, serta membangun komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci dalam mencegah gejolak sosial yang dapat merusak perekonomian secara luas.

Also Read

Tags

Leave a Comment