Dalam dua bulan pertama tahun 2025, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 224,3 triliun. Jumlah ini mencakup 28,9% dari target utang yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yakni Rp 775,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penyerapan pembiayaan di awal tahun berlangsung cukup agresif. Strategi ini disebut sebagai front loading, yang berarti realisasi utang dilakukan lebih awal dalam jumlah besar.
“Ini berarti ada perencanaan dari pembiayaan yang cukup front loading. Artinya, realisasinya di awal cukup besar,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).
Struktur Pembiayaan Utang di Awal Tahun
Dalam APBN 2025, pemerintah telah menetapkan target pembiayaan anggaran sebesar Rp 616,2 triliun. Dari jumlah tersebut, pembiayaan melalui mekanisme utang masih diperbolehkan hingga Rp 775,9 triliun.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menjelaskan bahwa hingga akhir Februari 2025, realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 220,1 triliun. Angka ini terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp 224,3 triliun dan pembiayaan non-utang sebesar Rp 4,3 triliun.
“Hingga 28 Februari 2025 realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 220,1 triliun,” ujar Thomas.
Lebih lanjut, mayoritas pembiayaan utang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp 238,8 triliun. Sementara itu, pembiayaan utang dari pinjaman justru mencatat angka negatif sebesar Rp 14,4 triliun, menandakan adanya pelunasan pinjaman lebih besar dibandingkan penarikan pinjaman baru.
Strategi Pengelolaan Utang Secara Hati-Hati
Thomas menegaskan bahwa pengelolaan pembiayaan APBN tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan perhitungan yang cermat. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga efisiensi anggaran, menyesuaikan strategi dengan kondisi pasar keuangan global, serta mengelola risiko secara optimal.
“Sebagaimana capaian realisasi tadi, target pembiayaan berjualan sesuai rencana dengan tetap menjaga dengan biaya yang efisien dan risiko yang terkendali,” jelas Thomas.
Dengan strategi tersebut, pemerintah berharap dapat memastikan stabilitas fiskal tetap terjaga di tengah dinamika ekonomi global yang terus berkembang.