Harga batu bara di pasar internasional terus merosot, mencatatkan level terendah sejak Mei 2021 pada Februari 2025. Fenomena ini berdampak langsung pada nilai ekspor batu bara Indonesia, yang mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers pada Senin (17/3/2025), menjelaskan bahwa penurunan harga ini menjadi faktor utama yang menyebabkan menyusutnya nilai ekspor batu bara Indonesia sebesar 3,79% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara secara tahunan, penurunannya mencapai 19,73%.
“Harga batu bara di pasar internasional pada Februari 2025 menyentuh level terendah sejak Mei 2021. Hal inilah yang salah satunya memberikan kontribusi terhadap penurunan nilai ekspor batu bara yang sebesar 3,79% secara bulanan pada Februari 2025,” ujar Amalia.
Ekspor Bertambah, Nilai Melemah
Berdasarkan data BPS, total nilai ekspor batu bara pada Februari 2025 tercatat sebesar US$ 2,08 miliar, jumlah yang menjadi rekor terendah sejak Januari 2022. Sementara itu, volume ekspor batu bara Indonesia mencapai 30,82 juta ton. Meski secara kuantitas terjadi peningkatan ekspor sebesar 1,35% dibandingkan Januari 2025, harga jual yang terus melemah membuat total pendapatan tetap menurun.
“Di Februari 2025 nilai ekspor batu bara US$ 2,08 miliar. Ini terendah sejak Januari 2022 di mana pada Januari 2022 itu nilai ekspor kita US$ 1,07 miliar,” lanjut Amalia.
Pasar Utama Berkurang, Asia Tenggara Jadi Tujuan Baru
Dalam periode Januari-Februari 2025, ekspor batu bara Indonesia ke beberapa negara tujuan utama mengalami penurunan signifikan. Pengiriman ke Tiongkok turun 18,68%, India berkurang 13,04%, dan Jepang menurun sebesar 16,08% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Namun, di sisi lain, permintaan dari beberapa negara di Asia Tenggara justru mengalami peningkatan. Filipina mencatatkan kenaikan impor batu bara Indonesia sebesar 16,95%, Vietnam meningkat 46,23%, dan Taiwan melonjak hingga 30,63%.
“Jika kita tinjau dari sisi volume, terjadi kenaikan volume ekspor batu bara sebesar 1,35% secara bulanan pada Februari 2025,” jelas Amalia.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Kondisi ini menandakan bahwa meskipun permintaan masih ada, harga yang terus melemah menjadi tantangan tersendiri bagi industri batu bara Indonesia. Fluktuasi harga global serta kebijakan transisi energi di berbagai negara semakin mempertegas perlunya diversifikasi pasar dan strategi ekspor yang lebih adaptif.
Ke depan, pelaku industri perlu mempertimbangkan inovasi dalam diversifikasi produk batu bara, termasuk meningkatkan ekspor batu bara berkalori tinggi dan memperluas pasar ke negara-negara berkembang yang masih mengandalkan energi fosil sebagai sumber utama listrik mereka. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tetap bisa menjaga daya saing ekspor batu bara meski menghadapi tantangan harga global yang tidak menentu.






