Mahfud MD: Efisiensi Itu Perlu, tapi Jangan Sampai Mengorbankan yang Lain

Yono

Dalam Musyawarah Nasional Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Indonesia (UII) 2025 yang berlangsung di Hotel Tentrem, Semarang, Sabtu (15/2/2025), Mahfud MD menyinggung tentang kebijakan efisiensi yang diterapkan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program tersebut menjadi sorotan publik karena dinilai membawa dampak signifikan terhadap berbagai sektor.

Sebagai seorang akademisi sekaligus alumni UII, Mahfud menekankan bahwa institusi pendidikan tinggi memiliki kewajiban untuk tetap bersikap kritis dalam menanggapi kebijakan pemerintah.

“Efisiensi tidak salah, tinggal bagaimana mengaturnya agar pelaksanaan efisiensi di sini, tidak membunuh di sana,” ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu.

Efisiensi Harus Tetap Berorientasi pada Kesejahteraan

Saat dimintai pendapat terkait kebijakan penghematan anggaran oleh pemerintah, Mahfud menegaskan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan langkah tersebut, selama penerapannya dilakukan dengan bijak dan tetap memperhatikan keseimbangan.

“Artinya urusan efisiensi itu saya tidak menjadi bagian yang mempersoalkan karena itu program pemerintah, silakan saja diatur,” tuturnya.

Peran Perguruan Tinggi sebagai Pilar Oposisi Kritis

Mahfud juga menyoroti peran penting kampus dalam menjaga dinamika demokrasi. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab historis dalam mengawal jalannya pemerintahan dengan sikap kritis yang objektif.

“Pesan saya yang pokok itu dunia perguruan tinggi sekarang harus mengemban tugas sejarah menjaga Republik sebaiknya. Yang benar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah, itu yang disebut oposisi kritis, kritis yang obyektif, kalau ada kesalahan baru kita katakan,” tegasnya.

Ia menyoroti kecenderungan beberapa institusi akademik yang memilih sikap fatalisme, yakni merasa tidak ada harapan dalam memperbaiki keadaan. Selain itu, ia juga menekankan bahwa sikap nihilisme—di mana segala kebijakan pemerintah dianggap salah—bukanlah pendekatan yang bijak.

“Iya (harus lebih kritis), kan sekarang banyak kampus yang fatalis, ‘dah lah enggak ada gunanya’. Ada juga yang nihilistik, menganggap apa yang dilakukan salah semua, enggak boleh gitu. Pasti ada sisa-sisa yang baik. Dukung yang baik, yang tidak baik kita luruskan,” jelasnya.

Kampus dan Sejarah Perubahan

Mahfud mengingatkan bahwa sejarah terus bergerak maju, dan perguruan tinggi harus siap berperan dalam membentuk perubahan. Ia mencontohkan peristiwa reformasi 1998 yang digerakkan oleh mahasiswa dan elemen akademik sebagai bukti nyata bahwa kampus memiliki peran strategis dalam membentuk peradaban baru.

“Tidak boleh fatalis dan nihilistik dan skeptik radikal, artinya semua masalah ditanyakan terus, dipersoalkan terus. Agar kampus kembali berperan seperti dulu karena tugas sejarah kampus yaitu mengubah peradaban dalam rangka NKRI,” ungkapnya.

Acara ini turut dihadiri oleh mantan Ketua Mahkamah Agung sekaligus Ketua Umum DPP IKA UII, Muhammad Syarifuddin, serta Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana. Kehadiran para tokoh tersebut semakin memperkuat diskusi mengenai peran akademisi dalam membangun kebijakan yang berkeadilan.

Also Read

Tags

Leave a Comment